Minggu, 16 November 2008

Foto dan Film wwII




Inilah sekilas panorama yang ditimbulkan oleh rasa tidak puas manusia akan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga kehancuran akan datang bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Kamis, 06 November 2008

KOPASSUS




1. KOPASSUS

image

Komando Pasukan Khusus yang disingkat menjadi Kopassus adalah bagian dari Bala Pertahanan Pusat yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat yang memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas yang berat. Beberapa operasi yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya adalah operasi penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, serta berbagai operasi militer lainnya.

Prajurit Kopassus dapat mudah dikenali dengan baret merah yang disandangnya, sehingga pasukan ini sering disebut sebagai pasukan baret merah. Kopassus memiliki moto Berani, Benar, Berhasil.


Sejarah Kopassus
Kesko TT III/Siliwangi


Pada tanggal 15 April 1952, Kolonel A.E. Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan kesatuan komando ini berasal dari pengalamannya menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku. Saat itu A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi (Brigjen Anumerta) merasa kesulitan menghadapi pasukan komando RMS. A.E. Kawilarang bercita-cita untuk mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat.

Komandan pertama saat itu adalah Idjon Djanbi. Idjon Djanbi adalah mantan kapten KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).

RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.

Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya digantikan oleh Mayor RE Djailani.

Puspassus AD
Pada tanggal 12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD). Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun. Sebenarnya hingga tahun 1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga mengalami penderitaan juga di Kuching, Malaysia, maka komandan RPKAD saat itu, Letnan Kolonel Sarwo Edhie -karena kedekatannya dengan Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani, mengusulkan 2 batalyon 'Banteng Raider' bentukan Ahmad Yani ketika memberantas DI/TII di Jawa Tengah di upgrade di Batujajar, Bandung menjadi Batalyon di RPKAD, masing-masing Batalyon 441"Banteng Raider III", Semarang ditahbiskan sebagai Batalyon 3 RPKAD di akhir tahung 1963. Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang menjadi Batalyon 2 menggantikan batalyon 2 lama yang kekurangan tenaga di pertengahan 1965. Sedangkan Batalyon 454 "Banteng Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah naungan Kodam Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat tembak menembak dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek.

Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha). Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili. Pasukan ini ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini terus berlanjut dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang bergerak (mobile) untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolaus Lobato pada Desember 1978. Pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.


Kopassus
Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga kini.

ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.

Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.
• Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
• Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga ditingkatkan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jendral (Danjen) Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan reorganisasi ini.

Struktur Satuan Kopassus
Perbedaan struktur dengan satuan infanteri lain

Struktur organisasi Kopassus berbeda dengan satuan infanteri pada umumnya. Meski dari segi korps, para anggota Kopassus pada umumnya berasal dari Korps Infanteri, namun sesuai dengan sifatnya yang khusus, maka Kopassus menciptakan strukturnya sendiri, yang berbeda dengan satuan infanteri lainnya.

Kopassus sengaja untuk tidak terikat pada ukuran umum satuan infanteri, hal ini tampak pada satuan mereka yang disebut Grup. Penggunaan istilah Grup bertujuan agar satuan yang dimiliki mereka terhindar dari standar ukuran satuan infanteri pada umumnya (misalnya Brigade). Dengan satuan ini, Kopassus dapat fleksibel dalam menentukan jumlah personel, bisa lebih banyak dari ukuran brigade (sekitar 5000 personel), atau lebih sedikit.


Lima Grup Kopassus

Secara garis besar satuan dalam Kopassus dibagi dalam lima Grup, yaitu:
• Grup 1/Para Komando — berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Para Komando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
• Grup 3/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Satuan 81/Penanggulangan Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur

Kecuali Pusdikpassus, yang berfungsi sebagai pusat pendidikan, Grup-Grup lain memiliki fungsi operasional (tempur). Dengan demikian struktur Pusdikpassus berbeda dengan Grup-Grup lainnya. Masing-masing Grup (kecuali Pusdikpassus), dibagi lagi dalam batalyon, misalnya: Yon 11 dan 12 (dari Grup 1), serta Grup 21 dan 22 (dari Grup 2).

Jumlah personel
Karena Kopassus merupakan pasukan khusus, maka dalam melaksanakan operasi tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel infanteri biasa, dengan kata lain tidak menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga batalyon. Kopassus jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan operasi dengan melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.

Istilah di kesatuan
Karena berbeda dengan satuan pada umumnya, satuan di bawah batalyon bukan disebut kompi, tetapi detasemen, unit atau tim. Kopassus jarang melibatkan personel yang banyak dalam suatu operasi. Supaya tidak terikat dengan ukuran baku pada kompi atau peleton, maka Kopassus perlu memiliki sebutan tersendiri bagi satuannya, agar lebih fleksibel.

Pangkat komandan
• Komandan Grup berpangkat Kolonel,
• Komandan Batalyon berpangkat Letnan Kolonel,
• Komandan Detasemen, Tim, Unit, atau Satuan Tugas Khusus, adalah perwira yang pangkatnya disesuaikan dengan beban tugasnya (mulai Letnan sampai Mayor).

Grup 1/Para Komando
Grup 1/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tanggal 23 Maret 1963. Grup ini bermarkas di Serang, Banten, dengan Komandan Grup pertama kali adalah Mayor L.B. Moerdani. Dhuaja yang digunakan adalah Eka Wastu Baladhika, yang diciptakan oleh Kopral Satu Suyanto. Komandan saat ini adalah Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana, dengan jumlah personil sebanyak 1.274 orang.

Sejarah
Garis waktu

• 23 Maret 1963, Batalyon 1 Para Komando diresmikan
• 1964, Mayor Inf. L.B. Moerdani digantikan oleh Mayor Inf. C.I. Santosa
• 1967, penyebutan batalyon diganti menjadi grup yang setingkat brigade.
• 1967, Dhuaja Grup 1 Eka Wastu Baladika diciptakan oleh Koptu Suyanto
• 1969, Kopassandha mulai melakukan latihan gabungan dengan angkatan lain
• 1974, Suksesi dari angkatan 45 ke generasi akademi, ada isu Kopassandha bakal dihapus
• 1978-1983, Komandan Grup terlama dipegang oleh Letkol Inf. Wismoyo Arismunandar
• 1981, Grup 1 dipindahkan dari Cijantung ke Serang
• 1983, Denpur 11 menyusul ke Serang
• 1986, Regrouping dari 1.736 orang menjadi 981 orang. Regrouping melahirkan dua batalyon.
• 1 Juli 1996, Batalyon ketiga terbentuk
• 14 Februari 2004, Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana menjadi komandan Grup ke-17 atau ke-19 jika dihitung dari era batalyon.

Awal berdiri
Sejarahnya diawali pembentukan Batalyon 1 RPKAD pada tanggal 23 Maret 1963 dengan komandan Mayor L.B. Moerdani. Pada tahun 1967 istilah batalyon diganti dengan grup yang berkekuatan setingkat brigade dan mulai mengunakan dhuaja .

Pada tahun 1996 diregrouping dari 3 detasemen menjadi 2 batalyon dan pada tahun itu juga dibentuk Batalyon 13 untuk melengkapi agar grup terdiri dari 3 batalyon.

Anggota pasukan yang gugur

Jumlah anggota Grup 1 yang gugur sebanyak 120 orang dari sembilan medan tugas, dengan rincian sebagai berikut:
1. Operasi Timor Timur : 66 orang
2. Operasi Dwikora di Kalimantan : 21 orang
3. Operasi Tumpas di Sulawesi Selatan : 4 orang
4. G30S/PKI : 5 orang
5. Operasi PGRS/Paraku : 2 orang
6. Operasi Wibawa di Irian : 5 orang
7. Operasi Aceh (1991-2004) : 15 orang
8. Operasi Tergabung Garuda 12 di Kamboja : 1 orang
9. Operasi Maluku dan Maluku Utara : 1 orang

Organisasi pasukan
Kekuatan Grup 1/Para Komando terdiri dari 1.274 personel dalam tiga batalyon tempur yaitu:
1. Batalyon 11/Astu Seno Baladhika
2. Batalyon 12/Asabha Seno Baladhika
3. Batalyon 13/Thikkaviro Seno Baladhika
Setiap batalyon terdiri dari 3 kompi. Setiap kompi dipecah lagi menjadi 3 peleton, yang masing-masing peleton beranggotan 39 orang. Dan setiap peleton terdiri dari 3 unit kecil yang disebut regu berkekuatan 10 orang.

Regu

Setiap regu hanya berkekuatan 10 orang, yang dipimpin oleh seorang bintara, dimana masing-masing orang memiliki keahlian masing-masing. Komposisi regu terdiri dari :
1. Komandan Regu (Danru),
2. Wakil Komandan Regu (Wadanru),
3. Penembak senapan 1
4. Penembak senapan 2,
5. Bintara Zeni Demolisi,
6. Tamtama Perhubungan,
7. Tamtama Kesehatan,
8. Penembak Senapan Mesin Ringan Ultimax 100,
9. Penembak senapan 3/Pembantu penembak Senapan Mesin Ringan, dan
10. Penembak senapan 4.

Komandan Grup 1
Diantara mereka yang pernah menjabat Komandan Grup 1/Para Komando adalah:
1. Mayor Inf. L.B. Moerdani, 1963-1964
2. Mayor Inf. C.I. Santosa, 1964-1967
3. Letkol Inf. S. Soekoso
4. Kolonel Inf. H.H. Djajadiningrat
5. Letkol Inf. Samsudin (Atekad 1960)
6. Letkol Inf. Soegito, 1975-1978
7. Letkol Inf. Wismoyo Arismunandar, 1978-1983
8. Kolonel Inf. Teddy Lhaksmana, 2004-sekarang

Persenjataan
Saat ini Grup 1/Para Komando memiliki persenjataan yang ringan dibawa tetapi efektif, jenis yang digunakan adalah:
1. Senapan Serbu 1 buatan Pindad
2. Pelontar Granat SPG-1 kaliber 40 mm
3. Pistol SiG Sauer P226 untuk komandan kompi ke atas, dan Pistol P1 buatan Pindad untuk di bawahnya.
4. Night Vission Goggles (NVG)
5. Shotgun MOD M3 Super 90
6. Sniper Accuracy International 7,62 mm
7. Sniper Galil 7,62 mm
8. Senapan Mesin Ultimax 100.[1]


Grup 2/Para Komando
Grup 2 Kopassus/Para Komando adalah satuan setingkat Brigade, yang merupakan bagian dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat dan didirikan pada tahun 1962. Grup ini bermarkas di Kartasura, Sukoharjo, dengan Komandan Grup pertama kali adalah Mayor Inf Sugiarto.

Dhuaja yang digunakan adalah Dwi Dharma Bhirawa Yudha, dengan lambang Naga Terbang yang bermakna Satuan kedua dari Komando Pasukan Khusus yang selalu siap sedia berjuang membela negara dan bangsa dengan gagah berani dan selalu jaya dalam setiap pertempuran.
Komandan saat ini adalah Kolonel Inf. Asep Subarkah Yusuf lulusan Akademi Militer tahun 1984, dengan jumlah personil sebanyak 1.459 orang. Kasi Ops Kapten Inf Suwondo.

Grup 2 terdiri dari :
• Batalyon 21 dan Batalyon 22 yang bermarkas di Kartasura, Jawa Tengah,
• Batalyon 23 bermarkas di Parung, Bogor.


Pusat Pendidikan Pasukan Khusus
Pusat Pendidikan Pasukan Khusus atau disingkat Pusdikpassus adalah sekolah awal untuk melatih pasukan para komando, khususnya yang akan bergabung ke Kopassus. Pusdik ini bermarkas di Batujajar, Jawa Barat.

Sebagai lembaga pendidikan, Pusdikpassus dibagi berdasarkan fungsi pelatihannya. Secara garis besar, ada tiga kejuruan utama, yaitu:
1. Para,
2. Komando dan
3. Sandi Yudha.

Lembaga pendidikan ini menyediakan kursus-kursus spesialis lain, yang juga terbuka bagi anggota Angkatan Darat di luar Kopassus seperti: Kompi Pemburu, Scuba, Daki Serbu, Demolisi, Pandu Udara (Path Finder), dan Penembak Runduk (Sniper).


Grup 3/Sandhi Yudha
Grup 3/Sandhi Yudha adalah satuan Kopassus yang bertugas sebagai intelijen di medan pertempuran yang dibentuk pada tanggal 24 Juli 1967. Grup 3/Sandhi Yudha ini bermarkas di Markas Komando Cijantung, Jakarta Timur. Calon Personil di Grup ini diseleksi sangat ketat di internal mulai dari calon prajurit yang masih pendidikan hingga personil yang sudah bertugas aktif di kesatuan tetapi punya bakat intelijen yang kemudian akan dilatih lagi.

image Pelatihan yang dilakukan

Dasar latihannya sama dengan Prajurit Kopassus lainnya yaitu Kursus Para (2,5 bulan), Sekolah Komando (6 bulan) ditambah kursus lainnya seperti PH (Perang Hutan), PJD (Perang Jarak Dekat), Spursus (Sekolah tempur khusus), Dakibu (Pendaki Serbu) tetapi setelah itu para calon intel tempur ini dididik lebih khusus lagi yaitu pendidikan Sandhi Yudha di Pusdik Passus, Batujajar, Bandung yang materi pendidikannya adalah intelijen dan pengetahuan pendukung untuk intelijensia di medan operasi seperti penyamaran, navigasi, bela diri khusus, penggunaan alat-alat khusus intelijen dan lain-lain. Bahkan beberapa personil terpilih dari Grup ini dikirim lagi untuk sekolah ke Pusat Pendidikan Intelijen Militer di luar negeri seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris bahkan Israel. Diantara seluruh jenis prajurit di Kopassus yang paling spesifik pendidikannya adalah prajurit di Grup 3/Sandhi Yudha.

Operasi lapangan
Biasanya dalam prosedur tetap operasi di lapangan sebelum Grup Parakomando atau Grup Anti teror digelar ke medan operasi, personil dari Grup Sandhi Yudha ditugaskan terlebih dahulu sebagai intel tempur untuk mengumpulkan informasi intelijen dari lapangan. Selain digunakan secara internal oleh Kopassus. Prajurit-prajurit sandhi yudha ini juga sering di BKO-kan ke Kodam-kodam atau satuan-satuan lain. Pada masa DOM di Aceh, prajurit dari grup ini banyak yang di BKO-kan di bawah Komando Penguasa Darurat Sipil dan Militer di sana, dimana mereka dibuat dalam satuan SGI (Satuan Grup Intelijen). Dalam situasi tertentu mereka ada juga yang ditugaskan sebagai freelance tanpa satuan resmi,dalam hal ini mereka akan dilengkapi dengan identitas sipil seperti KTP dan kadang-kadang punya kartu kuning pencari kerja dari Dinas Tenaga Kerja. Para freelance inilah yang punya potensi besar menjadi disertir.

Termasuk juga dalam menghadapi OPM di Papua (seperti kasus terbunuhnya Theys Hiyo Eluay), kasus penculikan aktifis di awal reformasi juga dilakoni oleh prajurit sandhi yudha yang tergabung dalam Tim Mawar. Bahkan di BIN (Badan Intelijen Negara), banyak personil operasinya alumnus dari Sandhi Yudha dan dalam tugas-tugas intelijennya masih sering memakai personil aktif dari Grup 3/Sandhi Yudha. Tetapi ada beberapa dari mereka yang bernasib sangat ironis yaitu hilang tanpa jejak di medan tugasnya atau bahkan sengaja menghilangkan diri dan dan diisukan bergabung dengan organisasi-organisasi paramiliter di pelosok-pelosok negeri ini. Masalah kurangnya kesejahteraan menjadi alasan utama para disertir ini untuk meninggalkan tugasnya,sementara organisasi-organisasi para-militer yang bermisi separatisme maupun yang berorientasi bisnis menawarkan keuntungan dari segi ekonomi buat mereka. Mereka juga sering menjadi pelaku black market di medan operasi untuk membantu kelompok yang seharusnya menjadi target operasinya.


Informasi yang diperoleh
Tetapi terlepas dari semua kasus dan isu-isu miring yang menerpa Kopassus sebagai rumahnya para Prajurit Sandhi Yudha, mereka memiliki kontribusi yang sangat signifikan khususnya dalam hal intelijen di Negeri ini. Banyak informasi dari para alumnus Sandhi Yudha maupun yang masih aktif di Grup 3 terhadap negara yang menyangkut gangguan separatisme, teroris di dalam negeri maupun peran serta bangsa lain dalam mengganggu keutuhan NKRI. Mereka bermain di belakang layar tanpa kelihatan dengan menghadapi resiko tugas yang sangat berat dan jauh dari keluarganya bahkan tidak sedikit dari pada prajurit Sandhi Yudha ini yang tidak dikenal anak kandungnya sendiri begitu pulang bertugas karena lamanya di dalam medan operasi.

Satuan yang ada di bawah Grup 3
1. Batalyon 31/Eka Sandhi Yudha Utama
2. Batalyon 32/Apta Sandhi Prayudha Utama
3. Batalyon 33/Wira Sandhi Yudha Sakti


Satuan 81/Penanggulangan Teror
Sat-81 Gultor

image Kekuatan - (tidak diketahui)
Persenjataan Minimi 5,56mm, MP5 9mm, Uzi 9mm, Beretta 9mm, SIG-Sauer 9mm, dan beberapa jenis lagi seperti sniper, tidak terdeteksi.
Spesialis Antibajak pesawat, perang kota, intelijen & kontra-intelijen
Dibentuk 30 Juni 1982

Satuan 81/Penanggulangan Teror atau disingkat Sat-81/Gultor adalah satuan di Kopassus yang setingkat dengan Grup, bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur.

Sejarah berdirinya
Mengantisipasi maraknya tindakan pembajakan pesawat terbang era tahun 1970/80-an, Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI menetapkan lahirnya sebuah kesatuan baru setingkat detasemen di lingkungan Kopassandha. Pada 30 Juni 1982, muncullah Detasemen 81 (Den-81) Kopassandha dengan komandan pertama Mayor Inf. Luhut B. Panjaitan dengan wakil Kapten Inf. Prabowo Subianto. Kedua perwira tersebut dikirim untuk mengambil spesialisasi penanggulangan teror ke GSG-9 (Grenzschutzgruppe-9) Jerman dan sekembalinya ke Tanah Air dipercaya untuk menyeleksi dan melatih para prajurit Kopassandha yang ditunjuk ke Den-81.

Organisasi pasukan
Keinginan mendirikan Den-81 sebenarnya tidak terlepas dari peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Bangkok, 31 Maret 1981. Nah, pasukan yang berhasil membebaskan Woyla inilah yang menjadi cikal bakal anggota Den-81, dan belakangan diganti lagi jadi Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor). Dari periode 1995¬ - 2001, Den-81 sempat dimekarkan jadi Group 5 Antiteror.
Satuan yang ada di bawah kendali Sat-81 adalah Batalyon 811 dan Batalyon 812.

Sistem rekrutmen
Secara organisatoris, Gultor langsung di bawah komando dan pengendalian Komandan Jendral Kopassus. Gultor saat ini dipimpin perwira menengah berpangkat kolonel. Proses rekrutmen prajurit Gultor dimulai sejak seorang prajurit selesai mengikuti pendidikan para dan komando di Batujajar. Dari sini, mereka akan ditempatkan di satuan tempur Grup 1 dan Grup 2, baik untuk orientasi atau mendapatkan pengalaman operasi.

image Operasi Sat-81/Gultor
Sekembalinya ke markas, prajurit tadi akan ditingkatkan kemampuannya untuk melihat kemungkinan promosi penugasan ke Satuan Sandi Yudha atau Satuan Antiteror. Untuk antiteror, pendidikan dilakukan di Satuan Latihan Sekolah Pertempuran Khusus Batujajar. Operasi terakhir terbilang sukses Den-81 yaitu saat pembebasan 26 sandera yang ditawan GPK Kelly Kwalik di Irian Jaya pada 15 Mei 1996. Namun Operasi Woyla masih menjadi satu-satunya operasi antiteror dalam skala besar yang dijalankan TNI hingga saat ini. Tidak jelas berapa jumlah prajurit Sat-81 Gultor saat ini.



2. TONTAIPUR

image

Gagasan awal Tontaipur
Gagasan awal pelatihan Tontaipur ini lebih banyak ditimba dari pengalaman di lapangan dan berbagai penugasan tempur. Di situ banyak ditemukan kenyataan bahwa satuan kecil lebih efektif dalam melaksanakan manuver di lapangan. Dengan pengalaman ini maka timbulah sebuah gagasan dari Pangkostrad waktu itu, tahun 2001, Letnan Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu untuk membentuk satu pasukan kecil yang dilatih khusus dengan ketrampilan-ketrampilan tempur serta persenjataan dan perlengkapan khusus guna melaksanakan operasi tempur dengan hasil yang optimal.

Gagasan ini kemudian diwujudkan kedalam program pembentukan Taipur, yang diawali dengan penyusunan konsep latihan dan alat perlengkapan yang digunakan, hingga pelaksanaannya yang dilakukan secara tahap demi tahap. Dalam latihan pembentukan Taipur juga digagas tentang materi pelatihannya, yang antara lain menyangkut berbagai taktik tempur diajarkan, selain kemampuan satuan kecil, maupun kemampuan perorangan. Materi-maateri ini harus dilatihkan untuk mengasah dan membentuk sosok prajurit yang mempunyai keterampilan, taktik, teknik, dedikasi, kesemaptaan jasmani serta mentalitas handal, yang memang merupakan syarat mutlak bagi seorang prajurit Taipur.

Gagasan ini tentu juga disandingkan dengan kondisi faktual, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. Karenanya sebagai satuan yang senantiasa siap digerakkan ke segala penjuru tanah air, Tontaipur harus memiliki kemampuan baik di darat, laut, maupun di udara untuk melaksanakan infiltrasi ke sasaran sebelum melaksanakan pertempuran yang menentukan.

Dan untuk melaksanakan infiltrasi dengan baik, maka Tontaipur harus dilatih oleh para pelatih khusus yang ahli di bidangnya serta berpengalaman di medan operasi sesungguhnya. Untuk materi aspek udara, Tontaipur dilatih oleh pelatih ahli dari jajaran Kostrad dan Kopassus. Sedangkan untuk materi kelautan, Tontaipur dilatih secara khusus oleh Pasukan Katak, dari Satuan Pasukan Katak TNI AL di Armada Barat.

Tak bisa dipungkiri, sesungguhnya berbagai pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa satuan yang paling banyak bermanuver pada saat penugasan operasi adalah tingkat peleton. Itulah sebabnya sehingga merekalah yang harus dibeklali berbagai kemampuan tempur. Kostrad, sebagai Bala Kekuatan Terpusat, yang setiap saat siap bergerak untuk diterjunkan kapanpun dan di manapun, mau tidak mau harus membina para prajuritnya agar memiliki kemampuan seperti itu. Tak heran ketika Letjen TNI Ryamizard menjabat sebagai Pangkostrad, gagasan itu segera bisa direalisasikan. Intinya, satuan di jajaran Kostrad harus mendidik prajuritnya memiliki kualifikasi Peleton Intai Tempur (Tontaipur), yang memang berada di brigade-brigade jajaran Kostrad.
Perlu dipahami, bahwa setiap brigade infanteri di Kostrad memiliki peleton pengamanan, yang menjadi satuan pertama melakukan manuver ke depan. Peleton Pengamanan inilah yang kemudian dilatih menjadi Ton Pam yang handal dengan pelatihan Tontaipur itu. Brigif Kostrad sengaja melatih mereka secara khusus untuk dapat menyediakan satuan intelijen tempur yang sangat handal. Mereka memang harus dilatih secara intensif sehingga memiliki kualitas yang benar-benar dapat diandalkan.

imageLatihan Hutan Gunung
Sebagai mata dan telinga brigade, maka Tontaipur mempunyai tugas mengumpulkan keterangan. Caranya tentu saja dengan melakukan pengintaian, penyusupan ke daerah lawan, interograsi, wawancara, mencari keterangan di daerah operasi untuk kepentingan taktis tempur. Bukan hanya itu, Tontaipur juga memiliki tugas pengamanan terhadap orang-orang penting, baik VVIP maupun VIP dari kegiaatan lawan. Mereka juga bertugas melakukan pengamanan instalasi vital dari kegiatan lawan, serta pengamanan terhadap sarana dan material. Dalam tugas ini, mereka berada dalam posisi sebagai Peleton Intai Keamanan (Tontaikam).

Mengingat tugas-tugas yang demikian inilah, maka latihan yang mereka harus lakukan bukan hanya meliputi latihan operasi tempur seperti kerjasama pesawat terbang, komunikasi tempur dan proses bantuan tempur, tetapi juga mencakup operasi psikologi, hukum humaniter dan HAM. Kerjasama pesawat terbang merupakan mata latihan penting dalam mendukung patroli tempur dan patroli pengintaian yang merupakan bagian dari perang hutan.
Latihan teknik dasar tempur bagi Tontaipur dilakukan di medan latihan Kostrad di Gunung Sanggabuana, Jawa Barat. Di area seluas 160 hektar itu mereka berlatih, termasuk materi latihan perang hutan gunung. Medan latihan itu adalah milik Yonif Linud-305/Tengkorak, yang telah digunakan sejak tahun 1990.

Di atas lahan yang demikian luas itu para prajurit Kostrad menempa diri menjadi prajurit yang handal, professional, dengan dedikasi tinggi. Berbagai fasilitas pelatihan dan sarana penunjang latihan disediakan, yang setiap saat siap digunakan untuk menyelenggarakan latihan bagi para prajurit tanpa ada kekhawatiran mengganggu milik masyarakat, merusak lingkungan atau tuntutan ganti rugi. Sebab areal itu adalah milik Kostrad.

Secara mudah kita akan menemukan para prajurit ini berlatih di medan yang sesungguhnya. Di Gunung Sanggabuana ini, yang masih berupa gunung, hutan, dan sungai memang sangat ideal untuk latihan patroli, mountaneering, menembak curam, terjal, membaca jejak, mengenal jebakan ranjau darat maupun jebakan tradisional, jungle survival dan mata latihan lainnya yang erat kaitannya dengan perang hutan. Khusus untuk latihan jungle survival, di hutan tropis Jawa Barat, paling sedikit diketahui terdapat 130 jenis tumbuhan yang daun, batang, kulit kayu maupun akarnya dapat dimanfaatkan untuk bertahan hidup di hutan.

Medan latihan Gunung Sangga Buana ini merupakan aset yang sangat berharga sebagai sarana penunjang dalam membina kesiapan operasional satuan jajaran Kostrad melalui latihan. Para prajurit Tontaipur itu melaksanakan latihan selama 4 bulan untuk mengasah kemampuan tempur hutan gunung.

Latihan Intelijen Aspek Laut
Latihan intelijen aspek laut ditempuh oleh para prajurit Tontaipur di Satuan Pasukan Katak TNI AL. Misalnya tentang teknik tempur bawah air, yang juga diajarkan dengan menggunakan fasilitas Kopaska . Di sini pun sebenarnya mereka masih disaring untuk memenuhi persyaratan toleransi fisik penyelaman. Uji toleransi dilakukan di decompression chamber RSAL. Toleransi fisik diuji dalam ruang udara bertekanan tinggi dengan simulasi penyelaman pada kedalaman 20 meter di bawah permukaan laut.

Di Kopaska, Tontaipur mendapat pembekalan teknik tempur bawah air selama empat minggu oleh para instruktur yang handal. Mata latihan di antaranya ialah Renang gaya bebas dan gaya katak; Renang dengan Pin dan Snorkle; Renang laut dengan perlengkapan siang dan malam; Kompas bawah air; Selam Militer; Renang Terikat; Cast and Recovery; Helly Cast; Terjun Laut; Rubber Duck; Renang Gaya gunting; Pancangan kaki p,antai; Taktik satuan kecil; Pengetahuan motor tempel; Long Range Navigation; dan Full Mision Profile. Mereka dilatih lebih dari sebulan, yakni 40 hari untuk aspek intelijen laut.

Latihan terjun laut dilakukan dengan pesawat NC-212 Skadron-600 Penerbangan TNI AL dan NC-212 Skadron-212 Skadron-2 Penerbangan TNI AD di teluk Jakarta. Penerjunan dengan mengenakan wet suit dan fins, menggunakan parasut Mc1.1B dan parasut cadangan T-7A. Pendaratan laut dilakukan dengan cara cut away pada ketinggian antara lima sampai tiga meter di atas permukaan laut. Tontaipur dipersenjatai dengan senapan serbu buatan Bulgaria masing-masing AK-47 versi SNUP untuk perwira dan bintara serta AK-47 versi SN untuk tamtama. Sebagian AK-47SN dilengkapi dengan pelontar granat 40mm jenis PG-40.

Senjata itu ditempatkan dalam rubber duck Avon W-400 yang diterjunkan dengan dua cargochute PG-1336. Setelah rubber duck diterjunkan melalui ramp door, maka kelompok Tontaipur segera menyusul terjun dengan penerjunan statik. Jumlah anggota tim maupun jenis senjata yang digunakan, ditentukan sesuai dengan kebutuhan tugas yang akan dileksanakan. Penyusupan mendekati sasaran dapat dilakukan dengan jalan penerjunan dari pesawat bersayap tetap, heli cast, atau disusupkan ke pantai dengan perahu karet yang diturunkan dari kapan perang maupun kapal selam.

Latihan tahap ketiga adalah latihan Sandi Yudha. Latihan ini biasanya dilaksanakan di Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdik Passus) Batujajar, Bandung, Jawa Barat. Waktunya juga selama 40 hari. Materi latihan cukup padat, yang harus ditempuh juga oleh prajurit Tontaipur. Materi latihan itu adalah : Penyelidikan (Interogasi, Wawancara, KODO, Elisitasi, dan Matbar). Pengamanan (Pengamanan Personel, Pengamanan berita, Pengamanan Materiil, Pengamanan Instalasi, dan Pengamanan Kegiatan). Penggalangan, Administrasi Intelijen, Teknik Cover, Komunikasi Rahasia, dan Safe House. Sedangkan latihan tahap ke empat, yakni tahap aplikasi, yang merupakan aplikasi dari seluruh rangkaian kegiatan latihan yang pernah dilatihkan. Latihan ini juga menggunakan areal latiihan baik di Sanggabuana, Cianjur, Cariu, Purwakarta dan kembali lagi ke Sanggabuana. Waktunya cukup lama, yakni selama 1 bulan. Materi latihan yang harus ditempuh antara lain: Intelijen, jumpa tempur, Patroli Pantai, Patroli Pemburu, dan lainnya.

Perjalanan latihan yang dilalui oleh para prajurit itu tidak otomatis mulus. Mereka yang tidak mampu menempuh pelatihan-pelatihan yang demikian padat itu, juga tidak akan diberi kualifikasi sebagai prajurit Tontaipur. Karenanya bisa dikatakan, bahwa penyaringan demi penyaringan untuk menjadi prajurit Tontaipur memang sangat berat. Misalnya, pada pelatihan Taipur 1, dari 105 personel yang mengikuti latihan, hanya 97 yang dinyatakan lulus. Pada pelatiihan Taipur II, dari 110 personel yang mengikuti kegiatan latihan, hanya 87 dinyatakan lulus.Pelatihan Taipur III, dari 72 personel yang mengikuti kegiatan latihan, yang dinyatakan lulus sebanyak 65 orang. Dan seterusnya, hal ini menunjukkan betapa tidak mudahnya melewati pelatihan sebagai Tontaipur.

Atribut Taipur
Untuk mengenali prajurit Tontaipur tidaklah terlalu sulit. Atributnya memiliki ciri khas, yang sangat membedakan dengan prajurit Kostrad atau TNI AD lainnya. Mereka umumnya menggunakan pakaian seragam hitam-hitam, dengan lambang perisai. Maknanya adalah :

Bentuk dasar Perisai.
Melambangkan bahwa Ton Taipur merupakan pelindung Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala bentuk ancaman baik yang datang dari Dalam maupun Luar Negeri yang dapat mengganggu stabilitas Nasional.

Warna Dasar Hijau.
Mengandung arti bahwa Ton Taipur merupakan bagian dari TNI Angkatan Darat.

Bendera Merah Putih Melintang.
Mengandung arti bahwa dalam dada Prajurit Taipur selalu tertanam jiwa Merah Putih dan senantiasa siap mempertahankan kedaulatan negara.

Pisau.
Melambangkan keberanian prajurit Taipur yang tidak gentar dalam menghadapi berbagai uji dan coba.

Anak Panah Melintang.
Mengandung arti kecepatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

Tulisan Cepat Tepat Tuntas.
Mengandung arti bahwa Ton Taipur Cepat dalam bertindak, Tepat pada sasaran dan Tuntas dalam melaksanakan berbagai tugas .

Baju Hitam Tempur.
Baju hitam Taipur dikenakanpada saat even-even khusus, baik yang sifatnya protokoler ataupun penugasan yang sifatnya rahasia, pertempuran jarak dekat ataupun aksi khusus.

Lambang Merah Putih Pada Lengan Kanan Baju PDL.
Mengandung arti bahwa semangat pengabdian untuk menegakkan dan mempertahankan kedaulatan bangsa, siap sedia dalam mempertahankan setiapjengkal wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akhirnya A.E. Kawilarang Diakui Secara Resmi

Akhirnya A.E. Kawilarang Diakui Secara Resmi



JAKARTA- Dalam suatu upacara yang berlangsung hanya satu hari sebelum HUT Komando Pasukan Khusus TNI-AD (Kopassus) pada 16 April 1999, Kolonel (Purnawirawan) Alexander Evert Kawilarang (79 tahun) mendapat pembaretan sebagai anggota kehormatan Korps Baret Merah, 47 tahun sesudah ia memerintahkan dibentuknya Kesatuan Komando TT III yang merupakan cikal bakal Kopassus sekarang.

Nama Kawilarang selalu diucapkan pada setiap ulang tahun Korps Baret Merah diadakan di Cijantung, tetapi selama ini pula hanya disebut-sebut saja; sementara puluhan orang yang dianggap berjasa pada pembentukan dan pengembangan pasukan elite tersebut sudah mendapat penghargaan khusus; antara lain mantan ajudannya Kapten (kemudian Jenderal) M. Jusuf dan paling akhir adalah Jenderal Besar AH Nasution. Malah bekas ajudan yang lain, Kapten Yogie SM menjadi komandan Kopassandha.

Bagaimana pasukan istimewa terbentuk? Secara resmi disebutkan bahwa ide membentuk sebuah pasukan hebat justru didapat oleh Letkol Slamet Riyadi ketika memimpin pasukan melawan RMS di wilayah Maluku. Tetapi yang menjadi pelaksana pembentukannya justru adalah A.E. Kawilarang. ''..untuk melawan gerakan-gerakan gerombolan yang mobil itu, saya perhitungkan, perlu dibentuk suatu kesatuan yang terlatih bertempur secara kesatuan kecil sampai dengan dua orang saja, dan all round. Dan itu harus diciptakan, diadakan...'' demikian tulis dalam biografinya Untuk Sang Merah-Putih (Pustaka Sinar Harapan, 1988).

Sebagai Panglima Tentara dan Teritorium (T&T) III atau Panglima Siliwangi di Jawa Barat yang paling banyak menghadapi gangguan keamanan, tentu saja Kawilarang adalah yang paling concern mengenai kualitas pasukan. Dan secara kebetulan ia mengenal seorang mantan perwira Belanda yang bernama Visser (kemudian namanya jadi M. Ijon Janbi) dan kemudian dijadikan sebagai komandan dan sekalipun pelatih pasukan istimewa itu.

Ketika pasukan tersebut sudah terbentuk dan efektif dalam menghadapi gangguan keamanan; maka kesatuan itu diambilalih oleh markas besar TNI dan namanya berubah menjadi Kesatuan Komando AD (KKAD) dan kini jadi Kopassus.



Tenggelam

Meskipun nama AE Kawilarang dianggap identik dengan Korps Baret Merah dan juga Siliwangi, tetapi namanya kemudian tenggelam setelah pada tahun 1958, selaku Atase Militer RI di Washington DC, ia meminta berhenti dari jabatannya dan pergi ke Sulawesi Utara. Dalam istilah pada waktu itu, Kawilarang yang begitu berjasa bagi RI kemudian ''bergabung'' dengan pemberontakan Permesta di Sulawesi Utara. Banyak teman atau anak buahnya tidak setuju dengan perkataan ''bergabung dengan pemberontakan'' tersebut, tetapi suasana politik tidak mendukung, dan PKI yang mulai memperkuat kedudukan terus mengipas-ngipasi masalah itu.

Pada tahun 1961, ketika keamanan mulai pulih kembali; di Sulawesi Utara diaturlah suatu upacara militer resmi untuk ''menerima kembali'' bekas Kol. Kawilarang dan sejumlah besar pengikutnya yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Yang menerima kembali adalah seorang perwira senior Letjen Hidayat Wakasad yang adalah teman lamanya. Tidak dipakai istilah ''menyerahkan diri'' karena memang dianggap tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.

Meskipun ia diterima kembali di Jakarta, kariernya selesai begitu dan banyak pihak yang menghindar bertemu dengannya. Katanya dalam bukunya, ''...baru sesudah peristiwa Oktober 1965 saya dan teman-teman saya dapat bernapas lebih lega dan mulai kelihatan terang untuk tahun-tahun kemudian. Di tahun 1966 ada seorang yang bertanya, ''apakah sudah direhabilitasi?'' Saya jawab, siapakah yang harus merehabilitasi siapa?'' Ia konon malah tidak tahu apakah ia berkedudukan sebagai ''bekas'' Kolonel atau Kolonel Purnawirawan, suatu kedudukan yang diberikan bila pensiun secara normal.

Jadi dalam status yang tidak jelas, AE Kawilarang hidup dengan tenang dan seolah pasrah dengan apa yang dipunyainya, meskipun ia pernah tidak diundang pada HUT Siliwangi (sesuatu yang pernah dialami pula oleh AH Nasution di masa Orba). Para bekas anak buah serta teman-temannya yang masih mempunyai jalur dan kekuasaan kemudian dengan susah payah mengusahakan agar Bintang Gerilya bisa diberikan kepadanya. Dan penghargaan tersebut disematkan ketika ia terbaring di rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta beberapa tahun lalu. Tetapi sejarah tidak melupakannya, Baret Merah dan anggota kehormatan Kopassus walaupun amat terlambat, merupakan pengakuan jasanya yang amat besar bagi kelahiran Kopassus.





BREVET KOMANDO - Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayjen TNI Syahrir menyematkan Brevet Komando Kehormatan, Pisau Komando dan Baret Merah kepada Kolonel A.E. Kawilarang yang dikukuhkan sebagai Warga Kehormatan Kopassus, di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (15/4/99) siang.

(Sumber diadaptasi dari: Pembaruan/Atmadji Sumarkidjo Pembaruan/ B Priyowibowo)

Kopassus Gelar Latma TIGER-XII TA 2008 Dengan Royal Thai Army Special Forces (RTASF)

KopassusKomandan Grup-3 Komando Pasukan Khusus Kolonel Inf H.P. Lubis menjadi Inspektur Upacara pada pembukaan Latma Tiger-XII TA 2008, Senin (3/11) di Lapangan Grup-3 Kopassus.

Komandan Grup-3 Kopassus mewakili Danjen Kopassus membuka latihan bersama Tiger-XII TA 2008 antara Kopassus dengan Royal Thai Army Special Forces (RTASF) yang diselenggarakan dari tanggal 3 s.d 15 Nopember 2008 dengan materi latihan antara lain PJD, Pendaki Serbu, Mobud, Patroli dan RAID. Latma tersebut menggunakan daerah latihan di Grup-3 Kopassus, Batalyon-23 Grup-2 Kopassus Semplak Bogor, Pusdikpassus Kopassus Batujajar dan Situlembang.

Pada kesempatan tersebut Dan Grup-3 Kopassus mengatakan bahwa Latma Tiger ini dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan baik dan kerjasama antara Kopassus TNI AD dan RTASF Thailand serta sebagai wahana untuk saling tukar pengetahuan, meningkatkan kemampuan dan ketrampilan prajurit dalam bidang tehnik dan taktik pertempuran baik perorangan maupun kelompok. Disamping hal tersebut Latma Tiger ini juga bertujuan untuk lebih meningkatkan kerjasama antar negara dan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Thailand.

Latma Tiger-XII TA 2008 diikuti oleh 48 anggota yang terdiri 24 orang angota Kopassus yang dipimpin oleh Letkol Inf I Wayan Suarjana dan 24 orang anggota dari Thai Army Special Forces (RTASF) yang dipimpin oleh Kolonel Songuit Vayuheurd.(Sumber)


http://masbagus.wordpress.com/2008/11/04/kopassus-gelar-latma-tiger-xii-ta-2008-dengan-royal-thai-army-special-forces-rtasf/

SEJARAH BERDIRINYA KOSTRAD ( Komando Strategis Dan Cadangan Angkatan Darat )

KOSTRAD (Komando Strategi dan Cadangan Angkatan Darat)

Logo KOSTRADKOSTRAD (Komando Strategi dan Cadangan TNI Angkatan Darat) adalah salah satu kesatuan andalan TNI dan merupakan bagian dari Bala Pertahanan Pusat yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat. KOSTRAD memiliki pasukan berkisar antara 25.000 sampai 26.000 personil yang selalu siap untuk beroperasi atas perintah panglima TNI kapan saja.

Sejarah KOSTRAD

Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) secara resmi terbentuk pada tanggal 6 Maret 1961. Tanggal pembentukan ini didasarkan pada tanggal disahkannya cikal bakal Kostrad, yakni Korps Tentara Ke I/Cadangan Umum Angkatan Darat (Korra-I/Caduad) melalui Surat Keputusan Men/Pangad No. Mk/Kpts.54/3/1961, tanggal 6 Maret 1961.

Ide pembentukan Korra-I/Caduad berasal dari Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, yang saat itu menjabat Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat). Pertimbangannya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia memerlukan adanya suatu kekuatan cadangan strategis yang bersifat mobil, siap tempur dan memiliki kemampuan lintas udara serta sanggup melakukan operasi secara sendiri-sendiri maupun dalam komando gabungan, yang setiap saat dapat dikerahkan ke seluruh penjuru tanah air untuk menghadapi segala macam tantangan, cobaan dan gangguan, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Cikal bakal Kostrad berasal ketika Indonesia pertama kali berurusan dengan isu kemerdekaan Irian Barat pada tahun 1960, pada tahun itu Kostrad harus melaksanakan operasi pembebasan Irian Barat (sekarang Irian Jaya), padahal kekuatannya saat itu baru mencapai 60% dari kekuatan yang ditentukan.

Sukses mengemban misi di Irian Barat, Kostrad kembali ditugaskan melaksanakan Operasi Dwikora menyusul konfrontasi dengan Malaysia pada 3 Mei 1964.

Untuk melaksanakan operasi tersebut Presiden RI waktu itu, Soekarno, memerintahkan Kostrad untuk membentuk Komando Mandala Siaga atau Kolaga yang merupakan komando gabungan. Kostrad mengerahkan dua komando tempur, yaitu Kopur I Rencong yang ditempatkan di Sumatra dan Kopur II ditempatkan di Kalimantan. Operasi Dwikora berakhir 11 Agustus 1961.

Panglima 1 KOSTRADMayor Jenderal Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden Indonesia) dipercaya sebagai orang pertama yang menjabat Panglima Kostrad (Pangkostrad).

Selama masa Orde Baru, Korps baret hijau ini tidak pernah absen dari berbagai operasi militer di Indonesia, seperti G-30-S/PKI, Operasi Trisula, PGRS (Sarawak People’s Guerrilla Force) di Sarawak, PARAKU (North Kalimantan People’s Force) di Kalimantan Utara dan Operasi Seroja di Timor Timur. Kostrad juga dilibatkan pada tingkat internasional dengan diberangkatkannya pasukan Garuda di Mesir ( 1973 - 1978 ) dan Vietnam ( 1973 - 1975 ) serta dalam operasi gabungan sebagai pasukan penjaga perdamaian dalam perang Iran-Irak antara 1989 dan 1990.

Tahun 1984 Pangkostrad bertanggung jawab langsung kepada Panglima ABRI dalam operasi-operasi pertahanan dan keamanan. Sekarang ini Kostrad memiliki kekuatan pasukan sekitar 35.000 sampai 40.000 tentara dengan dua divisi infantri yaitu Divisi Satu yang bermarkas di Cilodong, Jawa Barat dan Divisi Dua yang bermarkas di Singosari Kabupaten Malang Jawa Timur. Setiap divisi memiliki brigade lintas udara dan brigade infantri.

Kekuatan Tempur Kostrad

Special Unit :
Peleton Intai Tempur / TONTAIPUR

Istilah dalam TNI:
- Brigif: Brigade Infanteri (Infantry Brigade)
- Yonif: Batalyon Infanteri (Infantry Batallion)
- Yonif Linud: Batalyon Infanteri Lintas Udara (Airborne Infantry Batallion)

Divisi Infantri (Cilodong, Bogor, Jawa Barat)
1. Brigif Linud 17/Kujang I (Cijantung, Jakarta Timur):

  • Yonif Linud 305/Tengkorak (Karawang)
  • Yonif Linud 328/Dirgahayu (Cilodong, Bogor)
  • Yonif Linud 330/Tri Dharma (Cicalengka, Bandung)

2. Brigif Linud 3/Tri Budi Mahasakti (Makasar, Sulawesi Selatan) :

  • Yonif Linud 431/Satria Setia Perkasa (Kariango, Maros, Sulawesi Selatan)
  • Yonif Linud 432/Rajawali (Makassar, Sulawesi Selatan)
  • Yonif Linud 433/Julu Siri (Sulawesi Sulawesi Selatan)

3. Brigif 13/Galuh (Tasikmalaya, Jawa Barat):

  • Yonif 303/Setia Sampai Mati (Garut)
  • Yonif 321/Galuh Taruna (Majalengka)
  • Yonif 323/Buaya Putih (Ciamis)

Supports:

  • Yonkav 1/Tank - Badak Ceta Cakti (Cijantung, East Jakarta)
    - Scorpions Tanks and APC
  • Kompi Kavaleri Intai Divisi-1
  • Resimen Artileri Medan 2 (Sadang, Purwakarta):
    - Yon Armed 9/Pasopati (Sadang, Purwakarta)
    - Yon Armed 10/Brajamusti (Sukabumi)
    - Yon Armed 13/Nanggala (Bogor)
  • Yon Arhanud Ringan 1/Purwa Bajra Cakti (Serpong)
  • Yon Zipur 9/Para (Ujungberung, Bandung)
  • Yon Bekang (Cibinong, Bogor)

Divisi Infanti (Singosari, Malang, Jawa Timur)
1. Brigif Linud 18/Trisula (Malang, East Java):

  • Yonif Linud 501/Bajra Yudha (Madiun)
  • Yonif Linud 502/Ujwala Yudha (Malang)
  • Yonif Linud 503/Mayangkara (Mojokerto)

2. Brigif 6/Trisakti Baladaya (Solo, Central Java):

  • Yonif 411/Pandawa (Salatiga)
  • Yonif 412/Bharata Eka Sakti (Purworejo)
  • Yonif 413/Bromoro (Solo)

3. Brigif 9/Daraka Yudha (Jember, East Java):

  • Yonif 509/Darma Yudha (Jember)
  • Yonif 514/Sabbada Yudha (Situbondo)
  • Yonif 515/Utara Yudha (Tanggul)

Supports:

  • Yonkav 8/Tank - Narasinga Wiratama (Pasuruan):
    - Scorpion Tanks and APR
  • Kompi Kavaleri Intai Divisi-2
  • Resimen Artileri Medan 1 (Singosari, Malang):
    - Yon Armed 8 (Jember, East Java)
    - Yon Armed 11/Guntur Geni (Magelang, Central Java)
    - Yon Armed 12 (Ngawi, East Java)
  • Yon Arhanud Ringan 2/Amwanga Bhuana Wisesa (Malang)
  • Yon Zipur 10 (Pasuruan)
  • Yon Bekang (Malang), and others.

Sumber :
- Sejarah TNI
- wikipedia

Foto-foto KOSTRAD dalam latihan dan operasi militer

parade 1 parade 2

Latihan 1 parade 2

Latihan 2 Latihan 3

Latihan 4 Latihan 5

Latihan 6 Latihan 7

Oprasi Aceh 1 Bergabung dengan Pas. PBB

Latihan 8 Latihan 9

Latihan 10 Latihan 11

Latihan 13 Latihan 13

IPTN NC-212-200M Aviocar De Havilland Canada DHC-2 Beaver Mk.1

IPTN NBO-105CB-4 Mi TNI-AD LATIHAN SERANGAN UDARA

PERSIAPAN LATIHAN Prajurit Yonif Linud 330 Latihan Menembak Curam

Sniper Prajurit Yonif Linud 330 Prajurit Yonif Linud 330 Latihan Patroli Rawa Laut Prajurit Yonif Linud 330 Latihan Patroli Rawa Laut

Prajurit Yonif Linud 330 In Action Prajurit Yonif Linud 330 In Action Prajurit Yonif Linud 330 In Action

Kasad saat memeriksa pasukan pada pengukuhan hari infanteri Hari Juang Kartika 2006

Hari Juang Kartika 2006Hari Juang Kartika 2006


http://masbagus.wordpress.com/tentang-tni/tni-ad/kostrad/


SEJARAH BERDIRINYA KORPS MARINIR INDONESIA

Korps Marinir / KORMAR

Logo KORMARKorps Marinir adalah salah satu Kotama (Komando Utama TNI Angkatan Laut). Dalam struktur organisasi TNI AL, Korps Marinir adalah sebuah Kotama sejajar dengan Kotama lain seperti Koarmatim, Koarmabar, Kolinlamil, Kodikal, Seskoal dan AAL. Cikal bakal Korps Marinir bermula dari tanggal 15 November 1945, di mana nama Corps Mariniers tercantum dalam Pangkalan IV ALRI Tegal sehingga tanggal ini dijadikan sebagai hari lahir Korps Marinir. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan No. A/565/1948 pada tanggal 9 Oktober 1948 ditetapkan adanya Korps Komando di dalam jajaran Angkatan Laut. Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL) kembali menggunakan nama Korps Marinir sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut No. Skep/1831/XI/1975 tanggal 15 November 1975.

kirab benderakesatuan

Markas Korps Marinir terletak di Jalan Kwitang, Jakarta Pusat. Korps Marinir terdiri dari tiga brigade infrantri marinir. Satuan elit marinir TNI-AL dinamakan Batalyon Intai Amfibi (Taifib) dan satuan anti-teror marinir TNI-AL dinamakan Detasemen Jala Mengkara (Denjaka).

Korps Marinir Republik Indonesia merupakan kekuatan pemukul dan pendarat TNI-AL. Secara garis besar Korps Marinir bertugas merebut kedudukan pantai musuh, mengamankan obyek fital TNI-AL dan melaksanakan tugas-tugas pertahanan negara lainnya.

Tank KKOBerdasarkan rencana pengembangan kekuatan TNI-AL yang baru saja disusun untuk jangka waktu 2005-2024, kekuatan Korps Marinir (Kormar) akan ditingkatkan baik dari segi struktur maupun kekuatan fisik. Saat ini jumlah personel marinir sekitar 17.000 orang, sehingga menimbulkan gurauan di kalangan militer sendiri bahwa dengan jumlah pulau di Indonesia yang juga lebih kurang 17.000 buah, maka tiap personel marinir bertugas mengamankan satu pulau. Jumlah ini di masa depan akan ditingkatkan hingga 60.000 personel.

Dalam rencana pengembangan, akan ada tiga pasukan marinir (Pasmar), yaitu kesatuan induk yang melekat di tiap komando wilayah laut (Kowilla), 2 brigade marinir berdiri sendiri, 1 komando latihan marinir dan 5 pangkalan marinir ditambah 11 batalyon marinir pertahanan pangkalan.

Sejarah Marinir

Korps Marinir memang unik, karena dalam terminologi militer ” Korps” adalah suatu kesatuan di atas tingkat Divisi dengan tanda taktis XXX dan di bawah tingkat Kopur atau tentara. Namun dalam tubuh Angkatan Laut, Korps Marinir di anggap sebuah ” branch” yang melengkapi isi TNI AL di samping Pelaut, Teknik, Elektro, Supply, Khusus, Kowal dan Kesehatan.

Dalam struktur organisasi TNI AL, Korps Marinir adalah sebuah Kotama sejajar dengan Kotama lain seperti Koarmatim, Koarmabar, Kolinlamil, Kodikal, Seskoal dan AAL.

RUPANPUR-9Terlahir dari patriotisme pemuda yang menginginkan patahnya belenggu kolonialisme, Korps Marinir sudah eksis sejak berkecamuknya perang merebut kemerdekaan. Setelah gema Proklamasi 17 Agustus 1945 dikumandangkan, pada tanggal 22 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membentuk tiga badan yaitu Komite Nasional Indonesia, Party Nasional Indonesia dan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Dalam lingkungan BPKKP inilah dibentuk satu badan keamanan yang dinamakan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Bagi pelaksanaan tugas keamanan dan ketertiban di pantai, lautan dan daerah-daerah pelabuhan dibentuk BKR Laut yang didirikan pada 10 September 1945.

Pada 5 Oktober 1945 Presiden mengeluarkan maklumat tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat di mana BKR menjadi inti TKR. Dengan demikian BKR Laut pun berubah menjadi TKR Laut. TKR ini kemudian berkembang menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

Bantu pencarian Adam AirPada 15 Nopember 1945 tercantum dalam Pangkalan IV ALRI Tegal nama Corps Mariniers (tanggal ini selanjutnya dijadikan sebagai hari lahir Korps Marinir). Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan No. A/565/1948 pada tanggal 9 Oktober 1948 ditetapkan adanya Korps Komando di dalam jajaran Angkatan Laut. Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL) kembali menggunakan nama Korps Marinir sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut No. Skep/1831/XI/1975 tanggal 15 Nopember 1975.

persiapan LatihanSeiring dengan berkembangnya jaman terutama untuk menuju terbentuknya organisasi militer yang modern dan profesional, Korps Marinir baik secara organisatoris maupun pembinaan kekuatannya mengalami beberapa perubahan. Perubahan yang dimaksud antara lain mulai dari penyebutan unsur kekuatan, likuidasi beberapa satuan, penambahan kekuatan satuan baik di lingkup Komando Pelaksana (Kolak) maupun Satuan Pelaksana (Satlak) hingga ke tingkat pola pembinaan personel atau pengawak organisasi.

Di bidang organisasi, perubahan terakhir terjadi pada tahun 2004 di mana terbentuk kekuatan baru di jajaran Kolak Korps Marinir yakni dengan terbentuknya Pasmar-II dan Brigif-3 Marinir.

Di masa mendatang, kekuatan Korps Marinir akan terus dikembangkan hingga mencapai bentuk yang ideal baik dari segi kualitas maupun kuantitas personel termasuk peralatan tempurnya.

Kekuatan Tempur Marinir

Pendidikan Komando Kormar

A. PASMAR-1 ( Surabaya )

  1. Brigade Infanteri-1 Marinir
    • Batalyon Infanteri-1 Marinir
    • Batalyon Infanteri-3 Marinir
    • Batalyon Infanteri-5 Marinir
  2. Resimen Artileri-1 Marinir
    • Batalyon Arhanud-1 Marinir
    • Batalyon Howitzer-1 Marinir
    • Batalyon Roket-1 Marinir
  3. Resimen Kavaleri-1 Marinir
    • Batalyon Kendaraan Pendarat Amfibi-1 Marinir ( Ranratfib )
    • Batalyon Tank Amfibi-1 Marinir ( Tankfib )
    • Batalyon Kendaraan Pengangkut Artileri-1 Marinir ( Kapa )
  4. Resimen Bantuan Tempur -1 Marinir
    • a) Batalyon Angkutan Bermotor-1 Marinir ( Angmor )
    • b) Batalyon Komunikasi & Elektronika-1 Marinir ( Komlek )
    • c) Batalyon Perbekalan & Peralatan-1 Marinir ( Bekpal )
    • d) Batalyon Zeni-1 Marinir
    • e) Batalyon Kesehatan-1 Marinir
    • f) Batalyon Provos -1 Marinir
  5. Batalyon Intai Amfibi-1Marinir ( Taifib )

B. PASMAR-2 ( Jakarta )

  1. Brigade Infanteri-2 Marinir
    • Batalyon Infanteri-2 Marinir
    • Batalyon Infanteri-4 Marinir
    • Batalyon Infanteri-6 Marinir
  2. Resimen Artileri-2 Marinir
    • Batalyon Arhanud-2 Marinir
    • Batalyon Howitzer-2 Marinir
    • Batalyon Roket-2 Marinir
  3. Resimen Kavaleri-2 Marinir
    • Batalyon Kendaraan Pendarat Amfibi-2 Marinir ( Ranratfib )
    • Batalyon Tank Amfibi-2 Marinir ( Tankfib )
    • Batalyon Kendaraan Pengangkut Artileri-2 Marinir ( Kapa )
  4. Resimen Bantuan Tempur -2 Marinir
    • Batalyon Angkutan Bermotor-2 Marinir ( Angmor )
    • Batalyon Komunikasi & Elektronika-2 Marinir ( Komlek )
    • Batalyon Perbekalan & Peralatan-2 Marinir ( Bekpal )
    • Batalyon Zeni-2 Marinir
    • Batalyon Kesehatan-2 Marinir
    • Batalyon Provos -2 Marinir
  5. Batalyon Intai Amfibi-2 Marinir ( Taifib )

C. BRIGADE INFANTERI-3 MARINIR ( Piabung, Lampung )

  1. Batalyon Infanteri-7 Marinir
  2. Batalyon Infanteri-8 Marinir
  3. Batalyon Infanteri-9 Marinir

D. KOMANDO LATIH MARINIR ( KOLATMAR )

E. PANGKALAN MARINIR SURABAYA

F. PANGKALAN MARINIR JAKARTA


http://masbagus.wordpress.com/tentang-tni/tni-al/kormar/

Rabu, 05 November 2008

sejarah operasi trisula

http://www.jawapos.co.id/indones/jawapos/news/today/analysis/opini-2.htm
Jawa Pos
2 September 1996

Mengenang Partisipasi Politik Banser 1965
Menumpas Makar PKI 1 Oktober 1965
Oleh Agus Sunyoto *
_________________________________________________________________

Aksi sepihak yang dilakukan PKI berpuncak pada pembunuhan atas Pelda
Sudjono di Bandar Betsy. Dengan menggunakan cangkul, linggis,
pentungan, dan kapak sekitar 200 orang BTI membantai perwira itu.
Pembantaian terhadap anggota militer itu mendapat reaksi keras dari
Letjen A Yani. Tokoh-tokoh PKI yang mendalangi kemudian diproses
secara hukum. Namun hal itu makin menambah keberanian PKI dalam
melakukan aksi sepihak.

PKI yang sudah merasa kuat, kemudian melakukan intervensi ke bidang
politik dengan merekayasa suatu "kebulatan tekad" dari organisasi
se-aspirasi mereka. Tanggal 6 Januari 1965, organisasi se-aspirasi PKI
seperti SB/SS Pegawai Negeri, Lekra, Gerwani, Wanita Indonesia, Pemuda
Indonesia, Germindo, Pemuda Demokrat, Pemuda Rakyat, BTI dan
sebagainya mengadakan pertemuan umum di Semarang guna menggalang
"kebulatan tekad" untuk menuntut pembubaran Badan Pendukung Soekarno
(BPS) dan mendukung sikap Indonesia keluar dari PBB (Pusjarah ABRI,
1995,IV-A:107-108).

Keberanian PKI dalam melakukan aksi sepihak, ditunjukkan dalam aksi
yang lebih berani yakni menduduki kantor kecamatan Kepung, Kediri.
Camat Samadikun dan Mantri Polisi Musin, melarikan diri dan meminta
perlindungan Ketua Ansor Kepung yaitu Abdul Wahid. Untuk sementara,
kantor kecamatan dipindah ke rumah Abdul Wahid. Dan sehari kemudian,
sekitar 1000 orang Banser melakukan serangan ke kantor kecamatan untuk
merebutnya dari kekuasaan PKI. Hanya dengan bantuan Gerwani, ratusan
PKI yang menguasai kantor itu bisa lolos dari sergapan Banser.

PKI juga telah mulai berani membunuh tokoh PNI. Ceritanya, di desa
Senowo, Kenocng, Kediri, tokoh PNI bernama Paisun diculik PKI desa
Botorejo dan Biro. Keluarganya lapor kepada Ansor. Waktu dicari, mayat
Paisun ditemukan di WC dengan dubur ditusuk bambu tembus ke dada.
Banser dibantu warga PNI menyerang para penculik. Tokoh-tokoh PKI dari
Botorejo dan Biro dibantai. Malah dalang PKI bernama Djamadi, dibantai
sekalian karena menjadi penunjuk jalan PKI. Juni 1965, Naim seorang
pendekar PKI desa Pagedangan, Turen, malang menantang Banser sambil
membanting Al-Qur'an. Naim dibunuh Samad. Mayatnya dibenamkan di
sungai.

KUDETA 1 OKTOBER 1965
Tanggal 1 Oktober 1965 mulai pukul 03.30 sampai 05.00, gerakan makar
PKI yang dipimpin oleh Letkol Untung menculik para Jenderal AD yang
difitnah sebagai anggota Dewan Jenderal. Letjen Ahmad Yani, Brigjen DI
Panjaitan, Mayjen Soetoyo, Mayjen Soeprapto, Brigjen S. Parman, dan
Mayjen Haryono MT mereka culik dan bunuh (Puspen AD, 1965: 9-10).
Sekalipun aksi itu terjadi 1 Oktober 1965, PKI menamakan aksinya itu
dengan nama "Gerakan 30 September". Tanggal 1 Oktober itu juga, Letkol
Untung menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan Dewan Revolusi.
Untung juga menyatakan kabinet demisioner. Pangkat para jenderal
diturunkan sampai setingkat letnan kolonel, dan prajurit yang
mendukung Dewan Revolusi dinaikkan pangkat satu sampai dua tingkat.

Aksi sepihak Letkol Untung yang menculik para jenderal dan membentuk
Dewan Revolusi serta mendemisioner kabinet, jelas merupakan upaya
kudeta. Sebab dalam Dewan Revolusi itu tidak terdapat nama Presiden
Soekarno. Kabinet yang didemisioner pun adalah kabinet Soekarno. Dan
jenderal-jenderal yang diculik pun adalah jenderal-jenderal yang setia
pada Soekarno. Bahkan Jenderal A.H. Nasution, adalah jenderal yang
pernah ditugasi Soekarno untuk menumpas PKI dalam pemberontakan di
Madiun 1948.

Menghadapi aksi sepihak Letkol Untung, tanggal 1 Oktober 1965 itu juga
PBNU mengeluarkan pernyataan sikap untuk mengutuk gerakan tersebut.
Pada 2 Oktober 1965, pimpjna muda NU, Subchan Z.E., membentuk Komando
Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September disingkat KAP
GESTAPU yang mengutuk dan mengganyang aksi kudeta 1 oktober 1965 itu.

Tanggal 2 Oktober itu pula Mayjen Sutjipto, Ketua Gabungan V KOTI,
mengundang wakil-wakil ormas dan orpol yang setia pada Pancasila ke
Mabes KOTI di Jl Merdeka Barat. Rapat kemudian memutuskan untuk secara
bulat berdiri di belakang Jenderal Soeharto dan Angkatan Darat (O.G.
Roeder, 1987: 48-49). Sementara di Kediri, tanggal 2 Oktober 1965
sudah tersebar pamflet-pamflet yang menyatakan bahwa dalang di balik
peristiwa 1 Oktober 1965 adalah PKI.

BENTROK BANSER VS PKI
10 Oktober 1965, sekalipun PKI menyatakan bahwa peristiwa 1 Oktober
yang dinamai 'Gerakan 30 September' itu adalah persoalan intern AD dan
PKI tidak tahu-menahu, anggota Banser di kabupaten Malang mulai
menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya. Hari itu juga,
tokoh-tokoh PKI di daerah Turen mulai diserang Banser dan dibunuh. Di
antara tokoh PKI yang terbunuh saat itu adalah Suwoto, Bowo, dan
Kasiadi. Palis, kawan akrab Bowo, karena takut dibunuh Banser malah
bunuh diri di kuburan desa Pagedangan.

11 Oktober 1965, Banser beserta santri dari berbagai pesantren di
Tulungagung menyerang PKI di kawasan Pabrik Gula Mojopanggung. Sekitar
3 ribu orang PKI yang sudah bersiaga dengan senjata panah, kelewang,
tombak, pedang, clurit, air keras, dan lubang-lubang di dalam rumah,
berhasil dilumpuhkan. Tanpa melakukan perlawanan berarti, pasukan PKI
itu ditangkapi Banser dan disembelih. Para anggota Banser dan santri
yang usianya sekitar 13 - 16 tahun itu, berhasil melumpuhkan para
jagoan PKI.

Pada 12 Oktober 1965, sekitar 3 ribu orang anggota Banser mengadakan
apel di alun-alun Kediri. Setelah apel usai, mereka bergerak
menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya di sepanjang jalan
yang mereka lewati. Di markas PKI di desa Burengan, telah siaga
sekitar 5 ribu orang PKI dengan bermacam- macam senjata. Iring-iringan
Banser yang dipimpin Bintoro, Ubaid dan Nur Rohim itu kemudian
dihadang oleh PKI. Terjadi bentrokan berdarah dalam bentuk tawuran
massal. Sekitar 100 orang PKI di sekitar markas itu tewas. Sementara,
di pihak Banser tidak satupun jatuh korban. Dalam peristiwa itu,
Banser mendapat pujian dari Letkol Soemarsono, komandan Brigif 6
Kediri karena kemenangan mutlak Banser dalam tawuran massal itu.

Pada 13 Oktober 1965, sekitar 10 ribu orang PKI di kecamatan Kepung,
Kediri, melakukan unjuk kekuatan dalam upacara pemakaman mayat Sikat
tokoh PKI setempat yang tewas dalam peristiwa di Burengan. Mereka
menyatakan akan membalas kematian para pimpinan mereka. Dan sore hari,
dua orang santri dari pondok Kencong yang pulang ke desanya di Dermo,
Plosoklaten, dicegat di tengah jalan. Seorang dibunuh. Tubuh
dicincang. Seorang dikubur hidup-hidup.

Kematian dua orang santri yang masih remaja itu, membuat Banser marah.
Tapi mereka belum berani menyerbu ke desa Dermo, karena kedudukan PKI
di situ sangat kuat. Akhirnya, Banser setempat meminta bantuan Banser
dari pondok Tebuireng, Jombang. Dengan kekuatan lima truk, Banser
Tebuireng masuk ke desa Dermo. Truk mereka diberi tulisan BTI
singkatan dari Banser Tebu Ireng. Rupanya, PKI menduga bahwa BTI itu
adalah Barisan Tani Indonesia yang merupakan ormas mereka. Walhasil,
bagaikan siasat "kuda Troya", pertahanan PKI di desa Dermo dihancurkan
dari dalam.

Pertarungan antara Banser dengan PKI yang berakibat fatal bagi Banser
adalah di Banyuwangi. Ceritanya, Banser dari Muncar yang umumnya dari
suku Madura dikenal amat bersemangat mengganyang PKI. Itu sebabnya,
pada 17 Oktober 1965, di bawah pimpinan Mursyid, dengan kekuatan tiga
truk mereka menyerang kubu PKI di Karangasem. Di Karangasem, terjadi
bentrok berdarah setelah Banser tertipu dengan makana beracun. Dalam
bentrokan itu 93 orang Banser gugur. Sisanya melarikan diri ke arah
Jajag dan ke arah Cluring. Ternyata, Banser yang lari ke Cluring
dihadang PKI di desa itu. Sekitar 62 orang Banser dibantai dan
dimakamkan di tiga lubang dekat kuburan desa.

Pada 27 Oktober 1965, pemerintah mengeluarkan seruan agar
masing-masing ormas tidak saling membunuh dan melakukan aksi
kekerasan. Siapa saja yang melakukan penyerangan sepihak, akan diadili
sebagai penjahat. Seruan itu dimanfaatkan oleh PKI. Mereka melaporkan
anggota Banser yang telah membunuh keluarga mereka. Dan jadilah
hari-hari sesudah 27 Oktober itu penangkapan dan pemburuan aparat
keamanan terhadap Banser.

PENUMPASAN PKI
Dalam bulan November-Desember, setelah sejumlah pimpinan PKI seperti
Brigjen Supardjo, Letkol Untung, Nyono, Nyoto, dan Aidit diberitakan
tertangkap, makin terkuaklah bahwa perancang kudeta 1 Oktober 1965
adalah PKI. Saat-saat itulah pihak ABRI khususnya AD mulai melakukan
pembersihan dan penumpasan terhadap PKI beserta ormas-ormasnya. Dan
tangan kanan yang digunakan oleh pihak militer itu adalah "anak didik"
mereka sendiri dalam hal ini adalah Banser yang memiliki jumlah
anggota puluhan ribu orang.

Dalam suatu aksi penangkapan dan penumpasan PKI di Kediri, misalnya,
pihak AD hanya menurunkan 21 personil. Sedang Banser yang dilibatkan
mencapai jumlah 20 ribu orang lebih. Dengan jumlah yang besar itu,
diadakan operasi yang disebut "Pagar Betis" yakni wilayah kecamatan
Kepung dikepung oleh Banser dalam jarak satu meter tiap orang. Dengan
cara pagar betis itulah, PKI tidak dapat lolos. Sekitar 6000 orang PKI
tertangkap (kisah lengkap terdapat dalam buku saya berjudul "Banser
Berjihad Menumpas PKI" 1996).

Penangkapan besar-besaran juga terjadi di Banyuwangi, Blitar, Malang,
Tulungagung, Lumajang dan kesemuanya melibatkan Banser. Mengenai
keterlibatan Banser dalam menumpas PKI, itu Komandan Kodim Kediri
Mayor Chambali (alm) menyatakan bahwa hal itu merupakan strategi ABRI
yang ampuh. Sebab di tubuh Banser tidak tersusupi unsur PKI. Sementara
jika dalam penumpasan itu hanya ABRI yang dilibatkan, maka pihak ABRI
sendiri belum bisa menentukan siapa lawan dan siapa kawan karena
banyaknya anggota ABRI yang dibina PKI.

OPERASI TRISULA
Tahun 1968, ketika PKI sudah dibubarkan dan pengikutnya ditumpas,
terjadi aksi-aksi kerusuhan di Blitar Selatan. Aksi- aksi kerusuhan
yang berupa perampokan, penganiayaan, penculikan, dan pembunuhan itu
selalu mengambil korban warga NU dan PNI. Sejumlah korban yang
terbunuh, misalnya, Kiai Maksum dari Plosorejo, Kademangan. Sesudah
itu Imam Masjid Dawuhan. Tokoh PNI yang terbunuh adalah Manun dari
desa Dawuhan, kemudian Susanto Kepala Sekolah Panggungasri, dan Sastro
kepala Jawatan Penerangan Binangun. Puncaknya, 2 orang anggota Banser
yang sedang jaga keamanan di gardu di bunuh.

Para pimpinan Ansor Blitar melaporkan kecurigaan mereka kepada
Komandan Kodim akan bangkitnya kembali kekuatan PKI di Blitar. Namun
laporan itu tak digubris. Akhirnya, mereka menghubungi seorang aktivis
Ansor yang menjadi Danrem Madiun yakni Kolonel Kholil Thohir. Oleh
Kholil Thohir disiapkan 3 batalyon yaitu 521, 511, dan 527 untuk
operasi yang diberi nama sandi "Operasi Blitar Selatan" . Namun
operasi berkekuatan 3 batalyon itu tidak mampu mengatasi gerakan
gerilya PKI.

Operasi kemudian diambil-alih oleh Kodam VIII/ Brawijaya yang
menurunkan 5 batalyon yaitu 521, 511, 527, 513, dan 531 dengan
Perintah Operasi No.01/2/1968. Namun operasi dari Kodam inipun kurang
efektif. Akhirnya, setelah dievaluasi diadakan operasi besar-besaran
dengan melibatkan semua unsur yakni kelima batalyon ditambah
unsur-unsur lain termasuk 10 ribu orang hansip dan warga masyarakat
Blitar Selatan. Surat perintah operasi itu bernomor 02/5/1968. Dan
penting dicatat bahwa 10 ribu orang Hansip itu adalah anggota Banser
yang diberi pakaian Hansip.

Dalam operasi terpadu yang diberi nama sandi "Operasi Trisula" itu,
sejumlah tokoh PKI berhasil ditewaskan. Di antara mereka itu adalah Ir
Surachman dan Oloan Hutapea. Sedang mereka yang tertangkap di
antaranya adalah Ruslan Wijayasastra, Tjugito, Rewang, Kapten
Kasmidjan, Kapten Sutjiptohadi, Mayor Pratomo, dan beratus-ratus
anggota PKI yang lain. Dan salah satu strategi operasi yang paling
efektif dalam Operasi Trisula itu adalah "Pagar Betis" yang melibatkan
10.000 orang Banser ditambah warga masyarakat yang kebanyakan juga
anggota Banser yang tidak kebagian seragam. Satu ironi mungkin terjadi
dalam Operasi Trisula itu, yakni selama operasi itu berlangsung telah
ditangkap sejumlah 182 orang anggota Kodam VIII/Brawijaya di antaranya
berpangkat perwira yang ikut dalam operasi tersebut (Pusjarah ABRI,
1995, IV-B:101-108).

Berdasar uraian singkat ini, dapat disimpulkan bahwa kelahiran Banser
tidak terlepas dari peranan ABRI terutama AD dan Brimob yang ikut
membidaninya. Itu sebabnya, keberadaan Banser sebagai paramiliter yang
digunakan untuk membantu proses penumpasan PKI oleh ABRI memiliki
nilai historis yang kuat, di mana semangat antikomunisme yang
terkristalisasi dalam doktrin Banser itu dapat dimanfaatkan
sewaktu-waktu oleh pihak ABRI jika negara dalam keadaan terancam
(habis)